Sabtu, 24 Desember 2011

cahaya intan (part 1)

Siang itu kegiatan keputrian berjalan sebagaimana mestinya. Dewi purwati, psikolog, begitulah nama pemateri pada hari itu. Beliau adalah seorang psikologi yang juga punya amanah sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi. Siang itu tema keputrian yang diadakan adalah mengenai bagaimana kita memahami keikhlasan dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terlihat semua peserta menikmati dan mendengarkan dengan serius apa yang telah disampaikan oleh Kak Dewi. Tak kurang dari 50 peserta pada siang hari itu tampak mendapatkan ilmu yang sangat menyejukkan hati di tengah panasnya terik mentari di siang hari. Terlihat wajah-wajah berseri meninggalkan mushola pada saat itu. Ada yang menuju kantin atau ruang perkuliahan dan ada juga sebagian yang bersiap-siap untuk melaksanakan  ibadah sholat dzuhur.
Ana yang siang itu bukan merupakan coordinator dari kegiatan keputrian terlihat membantu apa yang patut untuk dibantunya. Merapikan mushola dan membersihkan sampah yang bersisa, setelah itu dia mulai bersiap-siap juga untuk menunaikan ibadah sholat dzuhur. Selesai berwudhu dan mensucikan diri, dia pun mengambil mukena dan mengenakannya.
“Jema’ahan yuk ukh….” Sahut seorang gadis disebelahnya. Senyum tulus terlihat diwajah gadis berkulit hitam manis itu. Matanya bercahaya, menampakkan ketegasan dan kelembutan dalam satu pancaran. Ana pun terdiam, dan merasa sedikit heran, karena itulah pertama kalinya dia diajak sholat berjamahan oleh seseorang. Karena biasanya mahasiswi terbiasa sholat sendiri-sendiri di hari jum’at, karena para mahasiswa dan staf pengajar pria biasa melaksanakan sholat jum’at di mesjid raya yang berdekatan dengan kampus mereka. Dan biasanya tidak ada mahasiswi yang menyelengarakan sholat jemaah sendiri dengan imam perempuan.
“Eh, afwan, kakak aja.”  Ana menjawab salah tingkah.
“Lho koq gitu, kan ukhti tuan rumah, ukhti saja” jawab gadis itu.
“Duh, gimana ya kak. Ana belum terbiasa jadi imam. Kakak aja ya…” jawab Ana dengan sedikit menyembunyikan rasa malunya. Karena memang dia tidak pernah sekalipun menjadi imam bagi orang lain.
“Ya , sudah….Mari kita sholat”. Akhirnya gadis itu pun menjadi bagi imam bagi ibadah sholat dzuhur Ana siang jum’at itu. Setiap lafadz yang diucapkan gadis itu terdengar fasih dan sangat tegas. Terlihat bahwa dia sudah sering menjadi imam. Tidak terlihat sediktpun kecanggungannya dalam menjadi imam.
Setelah sholat, Ana menyelesaikan doanya terlebih dahulu. Sementara gadis itu masih terhanyut dalam doanya. Rasa heran dan penasaran menyelimuti hati dan pikiran Ana saat itu. Membuatnya menghentikan rencana untuk makan siangnya ke kantin dengan menunggu kesempatan untuk berbicara dan berkenalan dengan gadis yang telah mengimaminya tadi. Setelah tampak gadis itu membereskan mukena yang dipakainya. Akhirnya Ana pun memberanikan dirinya untuk menyapa gadis tersebut.
“Assalamualaikum…”, sapa Ana.
“Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh”. Salam Ana disambut oleh sebuah senyuman yang tulus.
“Afwan, kak….kakak BP berapa ya??”, Tanya Ana perlahan.
“Kebetulan saya BP 05, ada apa ya???” jawab gadis tersebut.
“Afwan lagi kak, kakak kuliah disini juga ???”Ana bertanya dengan was-was takut apabila gadis yang dikiranya pendatang asing dikampusnya itu adalah salah seorang senior yang tidak dikenalnya. Sungguh memalukan apabila ia bertanya seperti itu kepada orang yang jelas-jelas merupakan mahasiswa di kampus itu. Dan pastinya orang yang ditanyakan akan merasa tersinggung apabila ditanya seperti itu. Karena pertanyaan seperti itu akan memberikan label bahwa diri mereka adalah sosok yang tidak dikenal di kampus sendiri.
Tapi pertanyaan itu disambut dengan sebuah senyuman yang siapapun melihatnya akan merasakan kesejukan dari hati orang tersebut.
“Afwan, bukan ukh…saya bukan kuliah disini. Kebetulan saya Jurusan Agronomi di Universitas Riau. Ukh sendiri apakah mahasiswa disini? BP berapa?. Jawab gadis itu tidak lupa dengan senyumannya yang sangat tulus.
“Iya alhamdulillah Ana mahasiswa mahasiswa fakultas ini kak. Wah, Ana kirain kakak senior Ana. Ternyata beda jurusan toh..hehhe…..pantas kakak biasanya ga pernah kelihatan di acara keputrian fakultas.” Jawab Ana dengan ringannya, seolah mereka adalah teman lama yang sudah terbiasa untuk bercanda satu sama lainnya.
“Iya, saya memang baru pertama kalinya ikut acara ini. Biasanya saya hanya mengikuti keputrian tingkat universitas yang diadakan UKMI Ar-royan” sambung gadis itu.
“Nama kakak siapa kak?” Tanya Ana.
“Panggil saja Intan, ukhti sendiri” jawab gadis itu.
“Ana kak, nama saya Ana, panggil aja Ana.hehehhehe” Ana menjawab dengan aksen lucu yang tanpa sadar membuat Intan pun tertawa melihatnya.
“Ana temannya Hani ya??” Tanya intan
“Hani? ..iya kak, lho koq kakak kenal sama dia? Adek kakak ya???” Tanya Ana bertubi-tubi.
“Iya adek kakak, kebetulan Hani dan teman-teman lainnya adalah adek mentoring kakak”. Jawab Intan membetulkan.
“Subhanallah, jadi Kak Intan, kakak mentoring teman-teman kelompok III ya….duh, daritadi itu yang jadi pertanyaan besar di pikiran Ana kak. Kakak anak Faperta tapi ga ada angin, ga ada hujan tiba-tiba ikut acara keputrian di kampus ini. Mau bertanya juga segan rasanya, makanya ana diam aja dari tadi. Berarti kakak mau ada liqo ya hari ini sama teman-teman?” cerocos Ana.
“Insyaallah iya nanti jam 2” jawab Intan dengan senyuman yang indah dan tatapan yang menyejukkan. 
“ Wah, jam 2 ya kak? Masih ½ jam lagi ne. tadi juga ga ada teman-teman lain di kelas. Kayaknya kelompok kakak pada pulang dulu deh kak. Kalo gitu mari kita tunggu mereka di kantin aja yuk kak!” ajak Ana.
“Boleh, ayuk. Ngomong-ngomong Ana sekelas dengan adek-adek mentoring kakak itu ya? Tanya Intan.
“ Ya iyalah kak, kan setiap tahun Cuma ada satu kelas. Ya kami sekelas semua” jawab Ana sekenanya saja.
“Memang ada berapa orang angakatan 08?” Tanya Intan kembali.
“Cuma 117 orang kak, hehehhe….dan kami angkatan terbanyak saat ini” jawab Ana nyengir.
“Masyaallah, 117 orang satu kelas dek?? Bagaimana kalian bisa belajar itu?” Tanya Intan keheranan.
“Ya di bisa-bisa in ajalah kak….sempit, di lapang-lapangin aja. Biar sesak, tapi kalau hati lapang insyaallah dunia juga terasa lapang. Hehhehe, betul ga kak??” jawab Ana.
“Hahahahah, kamu ini Na. iya kakak setuju. Setuju.” Jawab Intan pasrah.
Pembicaraan pun mengalir dengan lancarnya di antara mereka. Mereka berbincang sudah seperti teman lama yang bertemu kembali setelah sekian lama terpisah lama. Ana pun merasakan sebuah kehangatan mengalir dalam dadanya pada saat ia berbicang dengan intan saat itu. Ana yang memang terkenal cerewet itupun tak henti-hentinya bertanya dan membuat intan tertawa tiap kali Ana melancarkan guyonannya. Tetapi dalam tawanya, masih terlihat sebuah ketenangan yang sepertinya tidak dapat di usik. Itulah yang Ana dapatkan pada saat melihat Intan tertawa. Terkadang di balik tatapan jernih mata intan, ana pun dapat melihat bahwa intan adalah seorang gadis yang sangat menjaga pandangannya. Walaupun itu terhadap temannya sendiri. Ada sinar yang tak ingin ia lihatkan kepada orang lain. Sehingga terlihat Intan selalu tersipu malu apabila ana memberikan guyonannya.
“Kak, teman Ana pernah bilang sholat dhuha kita itu akan menjaga qiyamul lail kita, sedangkan qiyamul lail kita itulah yang akan menjaga dhuha kita di menjelang siang hari. Apa itu benar Kak?” Itulah salah satu bunyi dari bermacam-macam pertanyaan yang dilontarkan Ana.
“Hm, satu kebaikan itu akan diikuti oleh kebaikan yang lainnya, sedangkan satu kemaksiatan akan dilanjutkan oleh kemaksiatan yang lainnya. Sholat tahajud yang telah kita lakukan di pertengahan malam, dimana kita berkasih hanya dengan sang Maha Pencipta, akan membuat kita lebih menjaga diri kita dari kemaksiatan, baik kita sadari maupun tidak. Sehingga dalam hati kita ada keinginan untuk selalu menigkatkan amal ibadah kepada sang Maha Pancinta Allah SWT. Baik itu sholat malam maupun sholat dhuha, kita akan selalu dilanda keinginan untuk melakukannya. Apalagi kalau kita sudah merasakan nikmatnya ibadah tersebut. Mungkin itulah maksud perkataan teman Ana itu.” Intan menjelaskan dengan sangat lembutnya kepada Ana. Sehingga Ana yang terkenal cerewet itupun terdiam mendengar kata-katanya.
“Kebetulan kakak ada membuat sebuah tulisan dek, mungkin ada beberapa tambahan yang bisa Ana daptkan disana.” Lanjut Intan.
“Tulisan? Kakak bikin buku ya kak???? Apa judulnya kak???” Tanya Ana dengan antusiasnya.
“Alhamdulillah, udah bisa Ana beli di took-toko buku terdekat. Judulnya  let’s update ur life.” Jelas intan.
“Masyaallah, kakak ternyata penulis juga ya rupanya. Wah, ga nyangka ne Ana punya kenalan seorang penulis. Waduh, kalau begitu otomatis Ana dapat diskonnya dunk kak????hehehhehe..” sahut Ana iseng.
“Wah, gimana ya……Kakak mana bisa kasih diskon. Kan adanya di toko-toko.” Balas Intan dengan senyuman khasnya.
“Hmmm, ya lah…. Ya lah…….Insyaallah nanti Ana beli deh kak, penasaran ne kaya gimana tulisan kakak.” Lanjut Ana.
“Assalamualaikum Kak Intan” terdengar suara salam. Ternyata yang empunya suara adalah Hani dan teman-temannya. Ternyata adek-adek mentoring Intan sudah berkumpul. Ana sedikit merasa kecewa karena itu artinya pembicaraannya dengan Intan harus di akhiri. Intan harus menjalankan amanahnya sebagai kakak pembimbing kelompok liqo Hani dan kawan-kawan.
“Waalaikumsalam adek-adek. Apa kabar ini??”sambut Intan pada Hani dan teman-teman.
“Wah, Ana ngapain disini?” Tanya Fika
“Ga ada, ngobrol-ngobrol aja sama Kak Intan, yah kalian udah pada datang. Berarti Ana harus menyingkir ne. hehhe.. kak Ana duluan ya kak, kebetulan ada rapat pengurus FOSMI di audit atas”
“ Oh, ya ya silahkan….” Balas Intan.
“Assalamualaikum kak” lanjut Ana.
“Waalaikumsalam warahmatullah”
Salam menutup perbincangan mereka di sinag itu. Segala macam rasa merasuk dalam hati Ana. Segenap rasa kagum dan takjub memenuhi hati dan pikiran Ana selepas perbincangannya dengan Intan siang itu. Pembicaraan dengan Intan siang itu menambah pengetahuan dan keimanan dalam hati Ana. Ana melihat sosok seorang Intan dapat memberikan sugesti kepada diri Ana sehingga mempunyai tekad untuk menjadi lebih baik lagi setelah berbincang dengan Intan. Di sepanjang rapat organisasi, tak henti-hentinya Ana teringat dengan semua pembicaraannya dengan Intan. Tiap kata dari Intan masuk ke dalam relung hati Ana yang paling dalam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar